Bocah itu menjadi pembicaraan di kampung Ketapang. Sudah tiga hari ini ia mondar-mandir keliling kampung.
Ia menggoda anak-anak sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan. Yah,bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan ke sana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak cokelat menyala.
Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa!
Tapi ini justru terjadi di tengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya.
Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.
Luqman mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti isi daging tersebut.
Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan.
Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.
* * * * *
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara misterius.
Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.
"Bismillah.. ." ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.
Kalau memang bocah itu "bocah beneran" pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.
Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.
Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.
Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari orang-orang yang melihatnya.
"Ada apa Tuan melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini?
Bukankah ini kepunyaan saya?" tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
"Maaf ya, itu karena kamu melakukannya di bulan puasa," jawab Luqman dengan halus, "apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..."
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan unek-uneknya, mengomeli anak itu.
Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi.
"Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup di bawah garis kemiskinan pada sebelas bulan di luar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus?
Ketika beduk magrib bertalu, ketika azan magrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian...!?"
Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar "sangat" menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
"Ketahuilah Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan.
Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan 'Idul Fitri?
Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan 'Idul Fitri?
Tuan.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.
Tuan.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan Ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami...!
Tuan..,sadarkah Tuan akan ketidakabadian harta?
Lalu kenapa kalian masih saja mendekap harta secara berlebih?
Tuan.., sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?
Tuan.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Tuan..., jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan 'tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak...."
* * * * *
Wuahh..., entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar adanya!
Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa bocah ini bukanlah bocah sembarangan.
Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi.
Begitu sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu.
Di tengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran di depan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman!
Bocah itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang!
Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil sajadah, sujud dan bersyukur. Meski peristiwa tadi irasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang dikatakan bocah misterius tadi.
Bocah tadi memberikan pelajaran yang berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita ingat.. Yaitu mereka yang tidak berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki penghidupan yang layak.
Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil, orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan kemewahan yang berlebihan.
Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang
Selasa, 23 September 2008
"Malin Kundang si Anak Sholeh"
yang ditulis oleh Seorang ibu rumah tangga yang kebetulan suaminya sedang selanjutkan studi di UTM, bu Yessi namanya. Berikut kisah itu dituliskan, selamat menikmati :
Melawan Stigma agar si Malin tak selalunya durhaka !
Mujahid Salafi Aulia, putraku yang kedua, yang akrab disapa "Muja" kini semakin tumbuh dewasa. Dia dikenal oleh para tetangga di lingkungan Kolej Kediaman U8 UTM , Skudai, Johor, sebagai anak yang lincah dan aktif. Kadang dia terkesan keras hati dan cenderung tidak mau mengalah. Salah seorang ibu yang berasal dari Jawa pernah berkata, " Anak bu Yessi ini kok ndablek ya….?"
Teman-teman sepermainan Mujahid juga protes terutama anak-anak mahasiswa asal Timur Tengah : "Your son is very naughty…." Suatu saat ada juga yang mengadu : "Aunty, your son bit me….!" Malah si bapak-bapak Arab pun ikut menambahkan : "Brother Aulia, your son is very noisy….!"
Kadang kala ada rasa malu yang terselip, kesannya kami tidak bisa mendidik anak menjadi anak yang baik dan sholeh. Kadang juga timbul rasa geram yng ujung-ujungnya kami sering memarahi Muja dan sebenarnya terlalu keras untuk anak yang belum berumur 5 tahun seperti dia. Jika dimarahi, Muja akan menangis tersedu-sedu sambil protes : "Kenapa ummi marah sama Muja, Muja kan tidak berbuat salah ! "
Rasa marah memang sering menutupi kebenaran . Karena kalau diperhatikan dengan seksama, Muja juga termasuk anak yang berhati lembut. Ini berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharianku dengannya. Pada suatu siang, Muja meminta aku bercerita, dia memang sangat suka mendengar cerita. Akhirnya kupilihkan cerita Malin Kundang si Anak Durhaka. Aku bercerita dengan ekspresi dan intonasi suara yang semenarik mungkin. Dari awal cerita Muja mendengarkan dengan antusias dan konsentrasi. Sesekali dia bertanya atau berkomentar. Semakin lama dia tampak semakin sedih dan matanya mulai berkaca-kaca. Dan ketika aku sampai pada bagian akhir cerita.
« Maka ….. ibu Malin kundang pun sedih karena malin kUndang sudah melupakannya dan menjadi anak durhaka. Sang ibu pun menangis tersedu-sedu . Sambil menangis, Ibu Malin KUndang mengadu kepada Allah. Ibu Malin kUndang kemudian berdoa kepada Allah supaya Malin Kundang dihukum oleh Allah. Dan Allah pun mendengar doa seorang ibu yang teraniaya. Kemudian kapal Malin KUndang tenggelam dan mayat malin kundang terdampar di pantai kemudian berubah menjadi batu…."
Mendadak Muja menangis dengan keras sambil berkata dengan terputus-putus : "Kenapa ummi menceritakan Malin Kundang anak yang durhaka pada ibunyia. Kasihan ibunya, dia sudah tua. Muja tidak mau cerita MAlin KUndang anak durhaka. Muja mau Malin Kundang menjadi anak yang sholeh dan sayang sama ibunya. Sekarang ummi harus mengulang lagi cerita Malin Kundang dari pertama. Dan Malin Kundangnya harus jadi anak sholeh yang sayang sama ibunya …"
Sesaat aku termangu. Subhanallah…. Seorang anak memang lahir dalam keadaan fitrah. Bahkan untuk sebuah ceritapun dia tidak mau ada orang yang durhaka pada ibunya. Atau ada seorang ibu yang menangis tersedu-sedu dan merasa teraniaya. Artinya setiap anak ingin menjadi anak sholeh dan membahagiakan ibunya. Jadi tidak ada hak kita untuk memberi label "nakal" pada seorang anak.
Kemudian akupun mengulang kembali cerita Malin Kundang dari awal. Dan Membuat ending sesuai dengan permintaan Muja. Walau ada rasa geli sewaktu bercerita :
'Akhirnya…Malin kundang bertemu kembali dengan ibunya di tepi pantai Air Manis, Padang setelah bertahun-tahun berpisah. Ibu Malin Kundang memeluk anaknya sambil menangis bahagia. Malin kundangpun memeluk ibunya dengan penuh rindu. Kemudian Malin Kundang mengajak ibunya ke kerajaan Mertuanya. Setelah mertuanya meninggal, Malin Kundangpun menjadi raja, Mereka hidup bahagia selamanya…. "
Muja tersenyum senang dan tampak lega. Dia pun bertanya : "Ibu Malin Kundang dikasih baju bagus sama Malin Kundangnya, ummi…? "Subhanallah..begitu inginnya Muja supaya ibu Malin Kundang senang. "Wallahu A'lam"
Begitulah kisah itu saya ketikkan kembali, tanpa mengurangi sedikitpuan isi dari tulisan beliau (bu Yessi). Semoga bisa diambil hikmah sebanyak mungkin dalam kisah ibu dan anak yang penuh hikmah itu…. Selamat memetik hikmahnya …
semoga bermanfaat
Melawan Stigma agar si Malin tak selalunya durhaka !
Mujahid Salafi Aulia, putraku yang kedua, yang akrab disapa "Muja" kini semakin tumbuh dewasa. Dia dikenal oleh para tetangga di lingkungan Kolej Kediaman U8 UTM , Skudai, Johor, sebagai anak yang lincah dan aktif. Kadang dia terkesan keras hati dan cenderung tidak mau mengalah. Salah seorang ibu yang berasal dari Jawa pernah berkata, " Anak bu Yessi ini kok ndablek ya….?"
Teman-teman sepermainan Mujahid juga protes terutama anak-anak mahasiswa asal Timur Tengah : "Your son is very naughty…." Suatu saat ada juga yang mengadu : "Aunty, your son bit me….!" Malah si bapak-bapak Arab pun ikut menambahkan : "Brother Aulia, your son is very noisy….!"
Kadang kala ada rasa malu yang terselip, kesannya kami tidak bisa mendidik anak menjadi anak yang baik dan sholeh. Kadang juga timbul rasa geram yng ujung-ujungnya kami sering memarahi Muja dan sebenarnya terlalu keras untuk anak yang belum berumur 5 tahun seperti dia. Jika dimarahi, Muja akan menangis tersedu-sedu sambil protes : "Kenapa ummi marah sama Muja, Muja kan tidak berbuat salah ! "
Rasa marah memang sering menutupi kebenaran . Karena kalau diperhatikan dengan seksama, Muja juga termasuk anak yang berhati lembut. Ini berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharianku dengannya. Pada suatu siang, Muja meminta aku bercerita, dia memang sangat suka mendengar cerita. Akhirnya kupilihkan cerita Malin Kundang si Anak Durhaka. Aku bercerita dengan ekspresi dan intonasi suara yang semenarik mungkin. Dari awal cerita Muja mendengarkan dengan antusias dan konsentrasi. Sesekali dia bertanya atau berkomentar. Semakin lama dia tampak semakin sedih dan matanya mulai berkaca-kaca. Dan ketika aku sampai pada bagian akhir cerita.
« Maka ….. ibu Malin kundang pun sedih karena malin kUndang sudah melupakannya dan menjadi anak durhaka. Sang ibu pun menangis tersedu-sedu . Sambil menangis, Ibu Malin KUndang mengadu kepada Allah. Ibu Malin kUndang kemudian berdoa kepada Allah supaya Malin Kundang dihukum oleh Allah. Dan Allah pun mendengar doa seorang ibu yang teraniaya. Kemudian kapal Malin KUndang tenggelam dan mayat malin kundang terdampar di pantai kemudian berubah menjadi batu…."
Mendadak Muja menangis dengan keras sambil berkata dengan terputus-putus : "Kenapa ummi menceritakan Malin Kundang anak yang durhaka pada ibunyia. Kasihan ibunya, dia sudah tua. Muja tidak mau cerita MAlin KUndang anak durhaka. Muja mau Malin Kundang menjadi anak yang sholeh dan sayang sama ibunya. Sekarang ummi harus mengulang lagi cerita Malin Kundang dari pertama. Dan Malin Kundangnya harus jadi anak sholeh yang sayang sama ibunya …"
Sesaat aku termangu. Subhanallah…. Seorang anak memang lahir dalam keadaan fitrah. Bahkan untuk sebuah ceritapun dia tidak mau ada orang yang durhaka pada ibunya. Atau ada seorang ibu yang menangis tersedu-sedu dan merasa teraniaya. Artinya setiap anak ingin menjadi anak sholeh dan membahagiakan ibunya. Jadi tidak ada hak kita untuk memberi label "nakal" pada seorang anak.
Kemudian akupun mengulang kembali cerita Malin Kundang dari awal. Dan Membuat ending sesuai dengan permintaan Muja. Walau ada rasa geli sewaktu bercerita :
'Akhirnya…Malin kundang bertemu kembali dengan ibunya di tepi pantai Air Manis, Padang setelah bertahun-tahun berpisah. Ibu Malin Kundang memeluk anaknya sambil menangis bahagia. Malin kundangpun memeluk ibunya dengan penuh rindu. Kemudian Malin Kundang mengajak ibunya ke kerajaan Mertuanya. Setelah mertuanya meninggal, Malin Kundangpun menjadi raja, Mereka hidup bahagia selamanya…. "
Muja tersenyum senang dan tampak lega. Dia pun bertanya : "Ibu Malin Kundang dikasih baju bagus sama Malin Kundangnya, ummi…? "Subhanallah..begitu inginnya Muja supaya ibu Malin Kundang senang. "Wallahu A'lam"
Begitulah kisah itu saya ketikkan kembali, tanpa mengurangi sedikitpuan isi dari tulisan beliau (bu Yessi). Semoga bisa diambil hikmah sebanyak mungkin dalam kisah ibu dan anak yang penuh hikmah itu…. Selamat memetik hikmahnya …
semoga bermanfaat
Dalam Hidup Kita Bercermin
Apa artinya sepotong roti ? Tergantung……
Datangkanlah sepuluh orang, sembilan diantaranya telah lima hari berturut-turut tidak makan, dan satu orang baru saja makan kenyang untuk yang kelima kalinya hari itu. Apa arti sepotong roti bagi mereka ? Bagi sembilan orang yang kelaparan karena telah lima hari tidak makan, sepotong roti bukan lagi dilihat sebegai sepotong roti, tapi sebagai sesuatu penyambung nyawa dan kehidupan mereka. Namun bagi satu orang yang masih kekenyangan, sepotong roti bisa terlihat sebagai sampah yang menjijikkan, dan mungkin menyebabkan ia sesak nafas, karena tidak ada lagi ruang bagi udara di perutnya yang telah kekenyangan.
Apa artinya perumpamaan diatas bagi kita ? Kehidupan sesungguhnya adalah realitas yang senatiasa “apa adanya”. Kondisi dan keadaan diri kita masing-masinglah yang membuat dunia menjadi nampak berbeda. Kitalah yang sesungguhnya memberi makna terhadap realitas kehidupan. Kehidupan bisa menjadi madu yang manis, jika kondisi batin dan jiwa kita juga semanis madu. Sebaliknya kehidupan bisa menjadi sepahit empedu jika batin dan jiwa kita gelap dalam kegetiran dan duka nestapa.
Hidup adalah cermin bening. Ia hanya memantulkan dengan jernih wajah yang berdiri dihadapannya. Kalau kita berdiri dan berkaca pada kehidupan dengan batin dan jiwa yang berlumur dosa, jangan pernah berharap kita akan melihat bayangan wajah suci didalam cermin kehidupan kita. Cermin kehidupan tidak pernah berdusta, walau ia juga tidak akan pernah menghakimi. Kalau anda merasa tersiksa menatap bayangan wajah anda yang terpantul dalam cermin kehidupan, itu bukanlah suatu hukuman yang diberikan cermin kehidupan kepada Anda. Rasa tersiksa yang anda rasakan ketika menatap bayangan yang penuh dosa, tidak lebih dari sisi gelap dari jiwa anda yang selama ini anda abaikan keberadaannya.
Mungkin Anda terpikir mengakali cermin kehidupan dengan menempelkan berbagai macam “make up” bahkan mengenakan topeng diwajah Anda, sehingga anda dapat melihat bayangan wajah seperti yang anda inginkan. Tapi dengan “make up” dan topeng yang terpasang wajah anda, sesungguhnya anda semakin jauh dari bayangan kebenaran. Keindahan yang anda lihat dalam cermin kehidupan adalah keindahan palsu, dan semakin palsu kehidupan anda, maka batin dan jiwa anda semakin dalam ditusuk kehampaan.
Dalam batin dan jiwa yang suci, cermin kehidupan adalah sahabat sejati. Ia merupakan tempat untuk menoleh kalau-kalau kita tanpa sadar mulai “mentato” noda-noda kecil diwajah. Bagi jiwa yang gelap, cermin kehidupan adalah “iblis”, yang membuat kita takut ketika menatap wajahnya, karena ia mengingatkan kembali noda dan dosa yang selama ini dengan sekuat tenaga coba untuk kita lupakan.
Kehidupan tidak pernah menghukum atau membenci kita. Kehidupan senantiasa apa adanya. Jika anda datang kepada kehidupan sebagai sahabat, ia pun akan merangkul anda sebagai sahabat sejati. Jika anda datang kepada kehidupan dengan kebencian dan perlawanan, dan berusaha untuk menghancurkannya, percuma saja. Kalau Anda merasa berhasil menghacurkan kehidupan, sesungguhnya anda menghancurkan diri anda sendiri. Bukankah hidup selalu mengembalikan dan memantulkan apa yang anda berikan dan lakukan kepadanya ?
Salam,
Datangkanlah sepuluh orang, sembilan diantaranya telah lima hari berturut-turut tidak makan, dan satu orang baru saja makan kenyang untuk yang kelima kalinya hari itu. Apa arti sepotong roti bagi mereka ? Bagi sembilan orang yang kelaparan karena telah lima hari tidak makan, sepotong roti bukan lagi dilihat sebegai sepotong roti, tapi sebagai sesuatu penyambung nyawa dan kehidupan mereka. Namun bagi satu orang yang masih kekenyangan, sepotong roti bisa terlihat sebagai sampah yang menjijikkan, dan mungkin menyebabkan ia sesak nafas, karena tidak ada lagi ruang bagi udara di perutnya yang telah kekenyangan.
Apa artinya perumpamaan diatas bagi kita ? Kehidupan sesungguhnya adalah realitas yang senatiasa “apa adanya”. Kondisi dan keadaan diri kita masing-masinglah yang membuat dunia menjadi nampak berbeda. Kitalah yang sesungguhnya memberi makna terhadap realitas kehidupan. Kehidupan bisa menjadi madu yang manis, jika kondisi batin dan jiwa kita juga semanis madu. Sebaliknya kehidupan bisa menjadi sepahit empedu jika batin dan jiwa kita gelap dalam kegetiran dan duka nestapa.
Hidup adalah cermin bening. Ia hanya memantulkan dengan jernih wajah yang berdiri dihadapannya. Kalau kita berdiri dan berkaca pada kehidupan dengan batin dan jiwa yang berlumur dosa, jangan pernah berharap kita akan melihat bayangan wajah suci didalam cermin kehidupan kita. Cermin kehidupan tidak pernah berdusta, walau ia juga tidak akan pernah menghakimi. Kalau anda merasa tersiksa menatap bayangan wajah anda yang terpantul dalam cermin kehidupan, itu bukanlah suatu hukuman yang diberikan cermin kehidupan kepada Anda. Rasa tersiksa yang anda rasakan ketika menatap bayangan yang penuh dosa, tidak lebih dari sisi gelap dari jiwa anda yang selama ini anda abaikan keberadaannya.
Mungkin Anda terpikir mengakali cermin kehidupan dengan menempelkan berbagai macam “make up” bahkan mengenakan topeng diwajah Anda, sehingga anda dapat melihat bayangan wajah seperti yang anda inginkan. Tapi dengan “make up” dan topeng yang terpasang wajah anda, sesungguhnya anda semakin jauh dari bayangan kebenaran. Keindahan yang anda lihat dalam cermin kehidupan adalah keindahan palsu, dan semakin palsu kehidupan anda, maka batin dan jiwa anda semakin dalam ditusuk kehampaan.
Dalam batin dan jiwa yang suci, cermin kehidupan adalah sahabat sejati. Ia merupakan tempat untuk menoleh kalau-kalau kita tanpa sadar mulai “mentato” noda-noda kecil diwajah. Bagi jiwa yang gelap, cermin kehidupan adalah “iblis”, yang membuat kita takut ketika menatap wajahnya, karena ia mengingatkan kembali noda dan dosa yang selama ini dengan sekuat tenaga coba untuk kita lupakan.
Kehidupan tidak pernah menghukum atau membenci kita. Kehidupan senantiasa apa adanya. Jika anda datang kepada kehidupan sebagai sahabat, ia pun akan merangkul anda sebagai sahabat sejati. Jika anda datang kepada kehidupan dengan kebencian dan perlawanan, dan berusaha untuk menghancurkannya, percuma saja. Kalau Anda merasa berhasil menghacurkan kehidupan, sesungguhnya anda menghancurkan diri anda sendiri. Bukankah hidup selalu mengembalikan dan memantulkan apa yang anda berikan dan lakukan kepadanya ?
Salam,
SANDAL JEPIT vs SEPATU
Disebuah toko sepatu di kawasan perbelanjaan termewah di sebuah kota , nampak di etalase sebuah sepatu dengan anggun diterangi oleh lampu yang indah. Dari tadi dia nampak jumawa dengan posisinya, sesekali dia menoleh ke kiri dan ke kanan untuk memamerkan kemolekan designnya, haknya yang tinggi dengan warna coklat tua semakin menambah kemolekan yang dimilikinya.
Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.Tiba-tiba Sepatu menyapa :"Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik", sergah sang sepatu dengan nada congkak !.
Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.
Lanjut sepatu : "Apa menariknya menjadi sandal jepit ?, tidak ada kebanggaan bagi para pemakainya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu", ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.
Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, dia berkata : "Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya di tempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya". Sandal jepit berhenti berbicara sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.
"Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di didalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekedar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sesekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan aku sangat loyal meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu?. Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial. Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya", Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.
"Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman." Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.
"Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang", jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya. Sandal jepit tersenyum dengan bijak "Sahabatku! ditengah kekaguman sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal, semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya"
Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu "Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikanpun manusia mengajakku dan meninggalkanmu"
Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan "Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat".
Selamat menjalani hari dengan penuh Rahmat…
Pada saat jam istirahat, seorang pramuniaga yang akan makan siang meletakkan sepasang sandal jepit tidak jauh dari letak sang sepatu.Tiba-tiba Sepatu menyapa :"Hai sandal jepit, sial sekali nasib kamu, diciptakan sekali saja dalam bentuk buruk dan tidak menarik", sergah sang sepatu dengan nada congkak !.
Sandal jepit hanya terdiam dan melemparkan sebuah senyum persahabatan.
Lanjut sepatu : "Apa menariknya menjadi sandal jepit ?, tidak ada kebanggaan bagi para pemakainya, tidak pernah mendapatkan tempat penyimpanan yang istimewa, dan tidak pernah disesali pada saat hilang, kasihan sekali kamu", ujar sang sepatu dengan nada yang semakin tinggi dan bertambah sinis.
Sandal jepit menarik nafas panjang, sambil menatap sang sepatu dengan tatapan lembut, dia berkata : "Wahai sepatu yang terhormat, mungkin semua orang akan memiliki kebanggaan jika memakai sepatu yang indah dan mewah sepertimu. Mereka akan menyimpannya di tempat yang terjaga, membersihkannya meskipun masih bersih, bahkan sekali-sekali memamerkan kepada sanak keluarga maupun tetangga yang berkunjung ke rumahnya". Sandal jepit berhenti berbicara sejenak dan membiarkan sang sepatu menikmati pujiannya.
"Tetapi sepatu yang terhormat, kamu hanya menemaninya di didalam kesemuan, pergi ke kantor maupun ke undangan-undangan pesta untuk sekedar sebuah kebanggaan. Kamu hanya dipakai sesekali saja. Bedakan dengan aku. Aku siap menemani kemana saja pemakaiku pergi, bahkan aku sangat loyal meski dipakai ke toilet ataupun kamar mandi. Aku memunculkan kerinduan bagi pemakaiku. Setelah dia seharian dalam cengkeraman keindahanmu, maka manusia akan segera merindukanku. Karena apa wahai sepatu?. Karena aku memunculkan kenyamanan dan kelonggaran. Aku tidak membutuhkan perhatian dan perawatan yang spesial. Dalam kamus kehidupanku, jika kita ingin membuat orang bahagia maka kita harus menciptakan kenyamanan untuknya", Sandal jepit berkata dengan antusias dan membiarkan sang sepatu terpana.
"Sepatu ! Sahabatku yang terhormat, untuk apa kehebatan kalau sekedar untuk dipamerkan dan menimbulkan efek ketakutan untuk kehilangan. Untuk apa kepandaian dikeluarkan hanya untuk sekedar mendapatkan kekaguman." Sepatu mulai tersihir oleh ucapan sandal jepit.
"Tapi bukankah menyenangkan jika kita dikagumi banyak orang", jawab sepatu mencoba mencari pembenar atas posisinya. Sandal jepit tersenyum dengan bijak "Sahabatku! ditengah kekaguman sesungguhnya kita sedang menciptakan tembok pembeda yang tebal, semakin kita ingin dikagumi maka sesungguhnya kita sedang membangun temboknya"
Dari pintu toko nampak sang pramuniaga tergesa-gesa mengambil sandal jepit karena ingin bersegera mengambil air wudhu. Sambil tersenyum bahagia sandal jepit berbisik kepada sang sepatu "Lihat sahabatku, bahkan untuk berbuat kebaikanpun manusia mengajakku dan meninggalkanmu"
Sepatu menatap kepergian sandal jepit ke mushola dengan penuh kekaguman seraya berbisik perlahan "Terima kasih, engkau telah memberikan pelajaran yang berharga sahabatku, sandal jepit yang terhormat".
Selamat menjalani hari dengan penuh Rahmat…
Langganan:
Postingan (Atom)